Pages

Rabu, 12 Oktober 2011

ANDALUSIA Kenangan Gemilang Zaman Keemasan


                       



Alhambra, Kemegahan Istana Merah
Al-Andalus, yang berarti "menjadi hijau pada setiap akhir musim panas" adalah wilayah yang pernah diperintah  kekaisaran Muslim di Spanyol Selatan, yang terdiri dari kota-kota seperti Almeria, Malaga, Cadiz, Huelva, Seville, Cordoba, Jaen dan Granada. Sebuah peradaban yang dimulai dari abad ke delapan sampai ke lima belas. Pada tahun 711, orang-orang Arab yang dipimpin Tariq bin Ziyad menyeberangi selat Gibraltar (kependekan dari 'Jabal Al-Tariq') dan berhasil menguasai Semenanjung Iberia. Dari sinilah Muslim menamakan wilayah ini dengan nama Al-Andalus, atau lebih populer lagi dengan nama Andalusia.

Keindahan Alhambra banyak memberi inspirasi
Dengan bala tentara sebanyak 12.000 orang, Tariq bin Ziyad memimpin peralihan kekuasaan.  Muslim memasuki Spanyol bukan sebagai agresor atau penindas, namun sebagai pembebas: Muslim berhasil menciptakan sebuah  masyarakat yang multikultural, di mana banyak pemeluk Nasrani dan Yahudi duduk sebagai pejabat pemerintahan.
Lebih jauh lagi, Yahudi mencapai zaman keemasannya pada masa ini. Al-Andalus adalah sebuah contoh yang luar  biasa mengenai penerapan toleransi. Kasih sayang yang dimiliki Muslim bagi mereka yang beragama lain telah  menciptakan rasa simpati. Banyak yang memeluk Islam karena agama ini menyediakan tuntunan hidup yang lengkap saat tatanan sosial saat itu sedang dilanda kekacauan.
Al-Andalus terkenal akan kemakmurannya, banyak orang berkelana dari tempat-tempat jauh, khusus untuk menuntut ilmu di universitas-universitasnya. Tak heran, Andalus mampu melahirkan ilmuwan-ilmuwan besar: filsuf, fisikawan, ilmuwan, ahli hukum, seniman, dan masih banyak lagi. Nama-nama seperti Ibn Rushd, (Averroes) Ibn Sina, (Avicenna) Ibn Zuhr, (Avenzoar), Al-Kwarizmi, (Algorizm) dan Al-Razi, (Razes) adalah beberapa yang  berhasil mendobrak kebekuan pemikiran dengan karya-karya brilian mereka.
Pada masa itu, semua hal yang menyangkut ilmu pengetahuan dijunjung tinggi. Bahkan, peninggalan ilmuwan  Yunani dan Romawi bisa dipelajari di sini. Sarjana Arab berhasil menelurkan ensiklopedi berseri pada abad ke-11.  Toledo menjadi pusat ilmu pengetahuan. Tak pelak lagi, peradaban Islam di Spanyol adalah gerbang utama menuju Renaisans Eropa.

KEINDAHAN ARSITEKTUR ANDALUSIA
Para seniman Muslim menggunakan keterampilan arsitektur mereka yang luar biasa dalam membangun masjid dan  istana. Istana Alhambra dan Masjid Agung Kordoba, adalah dua dari sekian banyak masterpiece arsitektur yang lahir dari tangan seniman Muslim yang masih bisa dilihat sampai kini. Mengenai Alhambra, ia disebut Marianne  Barrucand dalam "Moorish Architecture in Andalusia" sebagai, "sebuah utopia, kenangan gemilang dari zaman  keemasan yang telah hilang di mana terdapat kenyamanan, keindahan puisi, toleransi, kesenian dan pengetahuan."

Istana Alhambra
Salah satu bangunan terkenal dari arsitektur Islam terbaik adalah Istana Alhambra, yang terletak di Granada. Dalam  "The Genius of Arab Civilization", digambarkan sebagai sebuah benteng - kota di dalam kota, sebuah kompleks  berciri khas Islam pada zaman itu. 
Alhambra, berasal dari bahasa Arab, Al-Hamra yang berarti merah. Disebut juga Istana Merah karena nuansa merah  yang mengelilinginya. Konstruksinya dimulai pada periode Nasrid, dan selesai dibangun pada abad ke-14.  Muhammad al-Ghalib membuat pondasi, lalu konstruksinya lebih lanjut dikerjakan oleh anaknya Muhammad II. Di  dalamnya bertebaran kaligrafi bertemakan Kerajaan Allah SWT dan "Wa La Ghalib illa Allah," yang bermakna,  "Tiada Kemenangan Selain Milik Allah SWT".
Kemegahan Alhambra beserta taman-tamannya telah memberi inspirasi bagi banyak musisi, artis dan penulis. Di  antara mereka, penulis Washington Irving, pernah tinggal di sana dan kemudian menelurkan "Tales of the Alhambra". Pada tahun 1936, seniman Belanda terkenal Maurits Cornelis Escher mengunjungi Alhambra dan  tergugah dengan arsitekturnya. Kunjungannya ke Istana Merah ini telah memberi banyak inspirasi bagi karya-karya  kreatifnya.

Ruang Dalam Masjid Agung Kordoba
Zaman keemasan Islam dimulai dari pemerintahan Abdurrahman, Khalifah pertama Bani Umayyah. Ia dijuluki  Elang dari Andalusia. Segera setelah diangkat, ia mulai membuat perencanaan matang bagi konstruksi Masjid  Agung Cordoba. Al-Hakam, putranya kemudian melanjutkan pembangunan Masjid. Oleg Grabar dalam "The  Genius of Arab Civilization", menggambarkan perencanaan Masjid sebagai simpel dan fleksibel.
Mihrab tampil dalam bentuk yang lain dari biasanya, tulis Grabar. Kecil, tanpa jendela - tempat yang gelap lagi  misterius demi menciptakan kekhusyu'an selagi mendekatkan diri dengan Sang Pencipta. Sementara kubahnya, tulis Grabar, kuat mengesankan makna ikonografik - "motif tumbuh-tumbuhan dan tekstur dekorasi yang kaya menjadi  perlambang dari keindahan surga..." Keindahan Masjid ini begitu membekas, tak heran, "seseorang bisa sepenuhnya  memahami kala seorang penyair memuji keindahannya: 'cahaya keemasan yang bersinar dari kubahmu (Masjid)  laksana bintang yang berkelap-kelip di antara awan."


0 komentar:

Posting Komentar